Juni 20, 2025

Riveroftimemuseum – Menjaga Warisan Budaya dan Sejarah untuk Generasi Mendatang

Museum hadir dalam berbagai bentuk dan jenis, sesuai dengan fokus koleksi dan tujuannya

Mengenal Sejarah Tuol Sleng Genocide Museum: Saksi Bisu Kekejaman Khmer Merah

Tuol Sleng Genocide Museum adalah salah satu situs paling mengerikan dan bersejarah di Kamboja yang menjadi saksi bisu kekejaman rezim Khmer Merah. Museum ini dulunya adalah sebuah sekolah menengah bernama Tuol Svay Prey High School yang kemudian diubah menjadi pusat penahanan dan penyiksaan oleh rezim komunis Khmer Merah pada tahun 1975. Selama lebih dari tiga tahun, tempat ini dikenal dengan nama Security Prison 21 (S-21), dan menjadi salah satu pusat kejahatan kemanusiaan terbesar dalam sejarah modern.

Rezim Khmer Merah di bawah pimpinan Pol Pot berkuasa dari tahun 1975 hingga 1979. Dalam kurun waktu yang singkat ini, diperkirakan lebih dari dua juta rakyat Kamboja meninggal dunia akibat kerja paksa, kelaparan, penganiayaan, dan pembunuhan massal. S-21 adalah tempat di mana ribuan orang ditahan, disiksa, dan sebagian besar di antara mereka dieksekusi. Para tahanan yang dikirim ke S-21 bukan hanya tentara atau lawan politik, tetapi juga para guru, dokter, seniman, intelektual, bahkan anak-anak. Mereka dituduh sebagai musuh negara, sering kali tanpa bukti, dan dijatuhi hukuman mati setelah mengalami penyiksaan brutal.

Saat pertama kali diambil alih oleh Khmer Merah, bangunan sekolah itu diubah total. Ruang kelas disulap menjadi sel-sel kecil yang sempit, dinding-dinding dipasangi kawat berduri, dan jendela-jendela ditutup rapat. Di dalam sel, para tahanan dirantai, kelaparan, dan dipaksa membuat pengakuan palsu lewat penyiksaan fisik dan psikologis. Alat-alat penyiksaan seperti cambuk, tongkat logam, air panas, dan kejutan listrik digunakan untuk memaksa mereka mengakui kejahatan yang tidak mereka lakukan. Jika mereka tetap diam, siksaan diperparah hingga mereka meninggal atau akhirnya “mengaku”.

S-21 tidak hanya menjadi tempat penyiksaan, tapi juga pusat dokumentasi. Setiap tahanan yang masuk difoto, dicatat identitasnya, dan dibuatkan berkas. Ada ribuan foto hitam putih dari para tahanan situs slot depo 10k yang terpajang di dinding museum hingga hari ini. Wajah-wajah tanpa harapan ini menjadi bukti kuat kekejaman sistem yang dibangun atas dasar teror dan kekuasaan absolut. Dari lebih dari 17.000 orang yang ditahan di S-21, hanya segelintir yang diketahui selamat.

Pada tahun 1979, ketika pasukan Vietnam menggulingkan Khmer Merah dan merebut Phnom Penh, mereka menemukan S-21 dalam keadaan mengerikan. Mayat-mayat masih berada di sel, darah menodai lantai, dan dokumen-dokumen penyiksaan berserakan. Sejak saat itu, tempat ini diubah menjadi museum untuk mengenang para korban dan menjadi pengingat global tentang bahaya ideologi radikal yang tidak manusiawi.

Tuol Sleng Genocide Museum kini menyimpan berbagai peninggalan asli dari masa Khmer Merah. Sel-sel tahanan, ranjang besi, alat penyiksaan, dokumen, dan foto-foto para korban dibiarkan dalam kondisi mendekati aslinya. Tidak sedikit pengunjung yang meninggalkan museum dalam keadaan terguncang, karena suasananya sangat sunyi, penuh kesedihan, dan menunjukkan secara langsung dampak dari kekejaman yang dilakukan rezim terhadap rakyatnya sendiri.

Museum ini bukan hanya tempat mengenang masa lalu, tetapi juga menjadi sarana edukasi dan pengingat bagi generasi mendatang. Melalui berbagai program dan pameran, museum menyuarakan pentingnya hak asasi manusia, keadilan, dan perdamaian. Proses peradilan terhadap pelaku kejahatan pun dilakukan oleh Extraordinary Chambers in the Courts of Cambodia (ECCC), sebuah pengadilan khusus yang bekerja sama dengan PBB untuk mengadili tokoh-tokoh penting Khmer Merah.

Mengunjungi Tuol Sleng bukanlah pengalaman yang ringan, namun sangat penting untuk memahami sejarah kelam Kamboja. Museum ini mengajarkan bahwa kejahatan besar bisa terjadi jika manusia kehilangan rasa kemanusiaan, dan bahwa melestarikan ingatan adalah langkah awal untuk mencegah kengerian serupa terulang di masa depan. Dalam keheningannya, Tuol Sleng bersaksi atas penderitaan yang pernah terjadi, dan menjadi simbol harapan agar tragedi seperti ini tak pernah lagi terulang di belahan dunia mana pun.

BACA JUGA: Mengenal Museum Peninggalan Belanda di Jakarta: Jejak Kolonial yang Sarat Sejarah

Share: Facebook Twitter Linkedin

Comments are closed.